Kima: Kerang Raksasa nan Indah dan Dilindungi di Seluruh Dunia
Sebagai negara yang memilki perairan laut luas, tak ayal Indonesia memiliki berbagai ragam hayati biota laut. Salah satunya adalah kima. Kima merupakan salah satu jenis kerang raksasa dalam kelas Pelecypoda (Bivalvia) yang hidup di perairan Raja Ampat. Hewan ini dahulu dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di pesisir sebagai olahan makanan, namun kini organisme tersebut tergolong hewan laut dilindungi di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Dalam studi berjudul Kerang Raksasa Dari Raja Ampat, menyebutkan bahwa Kima tersebar di berbagai perairan Raja Ampat, masayarakat lokal mengenal kerang ini dengan sebutan “bia garu”. Hewan ini dapat diidentifikasi dengan bentuk simetri bilateral dan mempunyai cangkang setangkup atau mantel. Biasanya mereka hidup dengan membenamkan/ menempel pada karang, ada juga yang hidup pada substart berpasir atau padang lamun.
Organisme ini memiliki dua organ utama yang terdiri atas cangkang dan organ lunak. Pada cangkang kima memiliki dua tangkup simetris yang terbuat dari zat kapur dengan warna putih kekuning-kuningan. Sedangkan pada organ lunak terdiri atas: hati, insang, empedu, otot adukator & reflector, saluran pencernaan, gonad, kaki, dan byssus. Organ lunak kima dilindungi oleh mentel luar yang berwarna cemerlang (hijau, biru, ungu, dan kuning).
Kima memiliki dua macam otot yang menempal pada dinding bagian dalam cangkangnya, yaitu otot retraktor dan otot aduktor. Keduanya memiliki masing-masing fungsi, pada otot retraktor berfungsi sebagai penjulur dan penarik kaki. Sedangkan pada otot aduktor memiliki bentuk yang lebih besar dan berfungsi sebagai membuka dan menutup cangkang bila hewan tersebut mengalami ancaman.
Saat cangkang kima terbuka hewan tersebut terkesan seperti sudah mati. Padahal bila ia tersentuh oleh suatu rangsangan cangkangnya bisa saja tiba-tiba menutup dan dapat menjepit benda-benda yang ada di daerah itu.
Dalam penjelajahan tim peneliti Bustam Umsapyat, Haryono Semangun, dan Jacob L.A. Uktolseja menyebutkan bahwa pada perairan Raja Ampat terdapat beberapa jenis kima, diantaranya adalah Tridacna gigas, Tridacna squamosal, Tridacna maxima, Tridaca crocea, Hippopus hipoppus, dan Hippopus porcelanus.
“Bagi masyarakat pesisir Raja Ampat jenis-jenis kima memiliki nama penyebutan tersendiri sesuai dengan bahasa daerah yang dibedakan dari jenis dan ukuran. Seperti contohnya masyarakat Misool menyebut Tridacana Gigas sebagai Can-can…, sedangkan masyarakat Salawati menyebut jenis itu dengan Kapat kapyo…,” tulis mereka dalam studi tersebut.
Umumnya msayarakat Raja Ampat mengambil kima dengan alat yang sederhana. Dari berbagai jenis kima, masyarakat memiliki berbagai cara untuk mendapatkannya.
Untuk jenis kima besar yang berada di kedalaman air, masyarakat mengambilnya dengan cara menyelam. Apabila kedapatan kima yang bobotnya terlalu berat, masyarakat biasanya meninggalakan cangkang dan hanya mengambil dagingnya saja.
Pada jenis kima yang melekat pada batu karang, cara pengambilanya hanya menggunakan linggis dan parang. Meskipun menggunakan alat bantu, masyarakat enggan mengambilnya bila melihat kondisi batu karang yang keras. Berbeda halnya dengan jenis kima yang tumbuh di daerah patahan terumbuh, masyarakat hanya memerlukan tangan kosong untuk mengambilnya.
Kerang kima biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kebutuhan lauk. Mereka mengolah keseluruhan bagian kima baik daging, otot adductor maupun cangkangnya. Pada bagian otot adduktor dan daging merupakan bahan makanan yang memiliki cita rasa lezat. Selain rasanya yang “maknyus”, kima juga memiliki kandungan protein yang tinggi. Masyarakat pesisir Raja Ampat memiliki berbagai resep untuk pengolahan hidangan kerang kima.
Meskipun olahannya mampu membuat bergoyang lidah, perlu diketahui bahwa kerang kima merupakan jenis hewan yang dilindungi. Perlindungan kima tertulis pada Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 mengenai Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Peraturan ini ditetapkan karena melihat populasi kima yang kian menurun.
No comments: