Ads Top


Selama ini tak banyak yang kita tahu mengenai dasar laut. Namun kini para ilmuwan mendapat bantuan tak terduga untuk mempelajari wilayah yang sulit terjangkau itu. Seperti dikutip dari IFL Science, Sabtu (13/2/2021) bantuan tersebut berasal dari paus sirip. Lalu bagaimana caranya?
Paus sirip merupakan hewan yang mampu memproduksi suara yang sangat nyaring. Saking kerasnya, nyanyian terdengar dari jarak yang sangat jauh dan bahkan dapat menembus Bumi. Nah, para ilmuwan rupanya telah menemukan cara menggunakan nyanyian itu untuk menjelajahi ketebalan sedimen laut. 
Paus sirip (Balaenoptera physalus) memang kalah pamor dengan paus biru dan paus bungkuk. Namun, paus sirip adalah mahluk luar biasa dengan kecepatan yang menakjubkan. Seperti paus besar lainnya, paus jantan menyanyikan lagi-lagu rumit untuk menarik pasangan pada frekuensi yang sebagian terlalu rendah untuk kita dengar. Dengan pertimbangan tersebut maka Dr Václav Kuna dan Dr John Nábëlek dari Oregon State University kemudian berinisiatif untuk menyelidiki dasar laut menggunakan bantuan nyanyian paus. 

Dalam studi yang telah dipublikasikan di jurnal Science, peneliti menggunakan data lagu yang didapat dari 54 stasiun seismometer dasar laut di lepas lantai pantai Oregon. Stasiun-stasiun tersebut merekam banyak lagu dari paus sirip terdekat yang kadang berlangsung hingga 10 jam.

Selanjutnya, peneliti membandingkan gelombang suara yang mengalir ke stasiun secara langsung dan yang menembus dasar laut menjadi gelombang seismik. 
Gelombang seismik kemudian memantul dari batas antara sedimen dan basal, serta basal dan kerak bagian bawah, sebelum mencapai stasiun. 
Dengan menggabungkan data tersebut, peneliti pun dapat mengungkap ketebalan sedimen laut. Hasilnya, peneliti menemukan kalau sedimen di sekitar stasiun memiliki ketebalan dari 380 hingga 650 meter. 
Hasil tersebut lebih kecil dibandingkan dengan pengukuran konvensional sebelumnya. "Studi kami menunjukkan, bahwa vokalisasi hewan tak hanya berguna untuk mempelajari hewan tetapi juga menyelidiki lingkungan tempat mereka tinggal," ungkap peneliti.





 

No comments:

Powered by Blogger.