Ads Top


Pencitraan baru yang dilakukan oleh para ilmuwan di dasar Laut Utara telah mengungkap keberadaan lembah terowongan tersembunyi yang sangat luas serta berkelok-kelok. Area ini sebelumnya tertutup oleh es. Diperkirakan lembah ini adalah sisa-sisa dari sungai purba yang dahulu kala pernah mengalirkan air dari lapisan es yang mencair.

Bekas sungai purba ini terkubur ratusan kaki di bawah dasar laut. Ukurannya terlihat sangat besar, mulai dari lebar 0,6 hingga 3,7 mil (1 hingga 6 kilometer).

Pencitraan baru secara mendetail telah memberikan gambaran lebih rinci dari fitur tersebut, di mana terlihat adanya punggungan sedimen yang kecil dan halus, dinding sedimen yang lebih besar mencapai panjang hingga beberapa mil, serta kawah yang dikenal sebagai lubang ketel ditinggalkan oleh bongkahan es yang sudah mencair.

Dilansir dari LiveScience, James Kirkham, penulis utama studi ini yang juga seorang ahli geofisika kelautan di British Antarctic Survey dan University of Cambridge, mengatakan, “Kami tidak menyangka akan menemukan jejak lapisan es semacam ini di dalam saluran itu sendiri.”

Ia menambahkan, ”Dan itu memberi tahu kita, sebenarnya, bahwa es berinteraksi dengan saluran jauh lebih banyak daripada yang diperkirakan sebelumnya.”

Laporan hasil studi James Kirkham ini telah dipublikasikan dalam jurnal Geology pada 8 September 2021 dengan mengambil judul Tunnel valley infill and genesis revealed by high-resolution 3-D seismic data. Temuan ini menambah wawasan kita tentang keberadaan sungai-sungai yang pernah eksis di masa lalu, namun terkubur oleh lapisan es akibat dari perubahan iklim.


Saluran ini merupakan jejak gletser yang ditinggalkan antara 700.000 dan 100.000 tahun yang lalu. Di mana saat itu sebagian besar Laut Utara, serta dua pertiga bagian utara Inggris dan seluruh Irlandia terkubur di bawah lapisan es yang besar. Ketika iklim menghangat dan es menyusut, lapisan es ini mengeluarkan air melalui saluran glasial tersembunyi di bawah es.

“Es tampaknya maju dan mundur tujuh hingga delapan kali dalam periode ini,” kata Kirkham kepada LiveScience.

Untuk dapat mempelajari temuan kuno ini, ahli geofisika memerlukan bantuan teknologi yang disebut refleksi seismik 3D. Dalam prosesnya, ilmuwan akan melakukan penembakan semburan udara terkompresi ke dasar laut. Kemudian gelombang suara yang berjalan akan melalui bebatuan dan lapisan sedimen di bawah dasar laut. Lalu gelombang tersebut akan memantul kembali dan ditangkap oleh kapal penerima. Sehingga didapatkanlah rekonstruksi dari gambaran kondisi lanskap bawah permukaan tersebut.

Dalam peta lembah terowongan bawah laut yang berhasil didapatkan, terlihat deretan coretan yang sangat luas dan berkelok-kelok, ibarat kata seperti mie yang tumpah. Akan tetapi, jika diperbesar akan terlihat detail saluran yang menakjubkan, berliku-liku seperti sungai yang di sisinya terdapat tebing dan lereng terjal. Kedalamannya diperkirakan ada yang mencapai 500 kilometer dan panjangnya hingga puluhan mil.

“Lembah terowongan bawah laut ini adalah potret masa lalu yang menarik, tetapi nilai sebenarnya mungkin membantu memprediksi masa depan. Saat iklim menghangat, lapisan es kembali menyusut. Jika iklim menjadi cukup panas, Antarktika Barat suatu hari nanti mungkin terlihat sangat mirip dengan Laut Utara 100.000 tahun yang lalu,” tutur Kirkham.


Dengan mempelajari sisa-sisa saluran Laut Utara dan bagaimana mereka terbentuk ini dapat mengungkap lebih banyak tentang dinamika yang mengatur hilangnya lapisan es saat ini.

Secara khusus, catatan geologis menunjukkan bagaimana faktor skala kecil seperti pergerakan air yang memengaruhi berapa banyak es pada akhirnya akan mencair ke laut, dan seberapa cepat ia menghasilkan kenaikan permukaan laut. Hal ini harus segera dipelajari, sehingga kita dapat melakukan yang terbaik untuk mencegah kemungkinan terburuk.

"Di masa depan, kami ingin mengeksplorasi ide semacam itu sedikit lebih jauh dengan pemetaan lanjutan, dan juga beberapa pemodelan komputer untuk mengetahui bagaimana kami menghasilkan bentang alam ini dan apa yang perlu terjadi di dasar lapisan es untuk menghasilkan mereka," pungkas Kirkham.

No comments:

Powered by Blogger.