Misteri Laut Jawa Bercahaya Belum Terjawab Total oleh Sains
CNN Indonesia -- Para peneliti di Amerika Serikat mengungkap fenomena langka laut yang bercahaya dalam gelap (milky sea), di laut selatan Jawa alias Samudera Hindia masih menyisakan misteri secara sains.
Hal ini tertangkap kamera satelit yang merekam fenomena unik itu di laut selatan Jawa dengan bagian cahaya terbesar ada di selatan Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Peristiwa sangat langka
Hal tersebut merupakan fenomena malam langka di mana permukaan laut memancarkan cahaya terang yang stabil yang dapat mencakup ribuan kilometer persegi.
Menurut laporan, hanya sekitar dua atau tiga milky seas yang terjadi per tahun di seluruh dunia. Dalam 200 kali penampakan yang terjadi selama abad ke-19, peneliti baru satu kali melakukan riset melewati permukaan air laut yang mengalami fenomena itu yakni pada 1985.
Karena merupakan peristiwa yang sangat sulit ditemui, milky seas menjadi bagian terkenal dari cerita rakyat yang hidup di maritim. Tetapi karena sifatnya yang terpencil dan sulit dipahami, mereka sangat sulit untuk dipelajari dan lebih menjadi bagian dari cerita rakyat itu daripada sains.
Namun kini para ilmuwan mulai memburu lokasi terjadinya laut bercahaya (bioluminesensi laut) yang kuat dan berskala besar lewat satelit. Hal ini bisa dilakukan lewat bantuan satelit yang mengorbit setinggi lima ratus mil dan dapat mengamati lapisan mikroorganisme bersinar di laut.
Peter Herring, seorang ahli biologi kelautan Inggris yang dikenal karena karyanya tentang bioluminesensi menyebut pantauan lewat citra satelit itu dinilai penting, usai berabad-abad ketidakpastian itu meningkatkan prospek untuk mengungkap apa di balik lingkaran bercahaya itu.
Dalam 200 kali penampakan yang terjadi selama abad ke-19, peneliti baru satu kali melakukan riset melewati permukaan air laut yang mengalami fenomena itu yakni pada 1985.
Fenomena laut bercahaya paling sering terjadi di perairan barat laut Samudra Hindia dan lepas pantai Indonesia. Namun, peristiwa serupa juga ditemukan di sekitar perairan Samudra Hindia lain mulai seperti di pantai Afrika Timur yang meliputi Teluk Aden, Laut Somalia hingga Selat Guardafui, seperti dikutip dari penjelasan yang tertera di situs Sekolah Teknik Walter Scott, Jr., Universitas Negeri Colorado.
Hasil temuan satelit
Pada bulan lalu para peneliti menceritakan tentang penemuan petak bercahaya di selatan Jawa pada 2019. Laut bercahaya ini sangat luas, hampir selebar kawasan Jawa Tengah dari utara ke Selatan.
"Itu adalah pencerahan," kata Steven D. Miller, penulis utama studi bioluminesensi dan spesialis observasi satelit di Colorado State University.
Para ilmuwan menyatakan citraan yang dikumpulkan antara Desember 2012 hingga Maret 2021 dari sepasang satelit memungkinkan mereka mengidentifikasi belasan penemuan besar.
Penemuan yang dilakukan menggunakan citra satelit disebut membuka dunia baru untuk membantu pelacakan dan studi lautan yang bercahaya, yang asal-usulnya belum diketahui.
Kenneth H. Nealson, pelopor penelitian bioluminesensi di University of Southern California, menyebut penemuan itu sebagai langkah besar menuju kemampuan untuk memahami bagaimana misteri abadi laut benar-benar terjadi.
Penyebab laut bercahaya
Dikutip The Conversation, jejak penemuan Dr. Miller dimulai hampir dua dekade lalu ketika obrolan makan siang menimbulkan pertanyaan apakah bioluminesensi laut mungkin terlihat dari luar angkasa.
Saat bekerja di Laboratorium Penelitian Angkatan Laut AS di Monterey, California, pada tahun 2004, ia mulai menggunakan citra satelit yang biasanya digunakan untuk mendeteksi cuaca.
Tak lama kemudian, dia menemukan bahwa di barat laut Samudera Hindia ada tumbukan bercahaya yang berukuran hampir seluas wilayah Connecticut, Amerika Serikat.
Dr. Nealson, yang tidak terlibat dalam penelitian satelit dan tim melaporkan pada 1970 bahwa suspensi encer dari jenis bakteri tertentu disebut tidak memancarkan sinar. Namun jika dibiarkan berkembang biak, mikroba dapat tiba-tiba menyala seperti lampu.
Para peneliti menyatakan bahwa fenomena aneh seperti laut bercahaya disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri yang bisa memancarkan cahaya atau ganggang laut di permukaan air.
Sedangkan dari pengamatan citra satelit, fenomena itu bisa ditangkap menggunakan sensor Indera Siang-Malam. Sensor satelit itu bisa mendeteksi cahaya di permukaan air laut yang terjadi di samping cahaya dari wilayah daratan.
"Sensor Indera Siang-Malam satelit tidak berhenti memukau dengan kemampuannya mengungkapkan cahaya di kegelapan malam. Layaknya Kapten Ahab di novel Moby-Dick, memburu fenomena permukaan laut bercahaya sudah menjadi perhatian saya selama bertahun-tahun," kata calon Direktur CIRA, Steve Miller.
Laut bercahaya masih misteri
Miller menyatakan dia dan tim peneliti menemukan 12 fenomena itu muncul dan menghilang antara 2012 sampai 2021. Selain itu, fenomena tersebut hanya bisa disaksikan pada malam hari dan mengikuti pergerakan air dan arus laut.
"Fenomena air laut bercahaya adalah kejadian alam yang belum bisa kami jelaskan," ujar Miller.
Milky seas, kata Miller, merupakan bagian terkenal dari cerita rakyat maritim. Tetapi karena sifatnya yang terpencil dan sulit dipahami, mereka sangat sulit untuk dipelajari dan lebih menjadi bagian dari cerita rakyat itu daripada sains.
Dilansir dari Space, sampai saat ini, hanya satu kapal penelitian yang pernah menemukan milky seas. Kru mengumpulkan sampel dan menentukan strain bakteri bercahaya yang disebut Vibrio harveyi yang menjajah alga di permukaan air.
Tidak seperti bioluminesensi yang terjadi di dekat pantai, di mana organisme kecil yang disebut dinoflagellata berkedip cemerlang ketika terganggu, bakteri bercahaya bekerja dengan cara yang sama sekali berbeda. Begitu populasi mereka menjadi cukup besar, sekitar 100 juta sel individu per mililiter air, mereka semua mulai bersinar dengan mantap.
Namun ahli biologi belum tahu persis tentang bakteri ini, apa yang menyebabkan tampilan masif ini tetap menjadi misteri. Karena jika bakteri yang tumbuh di alga adalah penyebab utama milky seas, maka seharusnya mereka akan terjadi di semua tempat dan dalam waktu yang lama.
No comments: